Kamis, 04 April 2019

Ditjen Pajak Kaji Rencana Penurunan Tarif PPh Badan

Ditjen Pajak Kaji Rencana Penurunan Tarif PPh Badan

CNN Indonesia

Bogor, CNN Indonesia -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengisyaratkan mengkaji rencana penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) badan yang saat ini sebesar 25 persen. Langkah ini ditempuh sebagai salah satu upaya mengerek rasio pajak (tax ratio).

"Dari dulu, kami berusaha menurunkan tarif. Dulu, tarif PPh Badan 30 persen-an, turun jadi 25 persen. PPh orang pribadi 35 persen, jadi 30 persen," terang Robert Pakpahan, Direktur Jenderal Pajak di Bogor, Rabu (12/12). 

Langkah lain untuk mengerek rasio pajak, yaitu memperbaiki sistem administrasi. Sebab, ia menilai penurunan tarif pajak tak serta merta menumbuhkan kepatuhan Wajib Pajak (WP) dalam memenuhi kewajibannya. 

Lihat juga:

Jadwal Layanan BI Selama Libur Natal dan Tahun Baru

Harap maklum, Robert menyebut WP kerap memanfaatkan celah agar bebas dari pajak. "Pajak tetap saja pajak. Orang mana mau bayar pajak, kalau boleh tidak bayar ya tidak akan bayar," imbuh dia. 

Sekadar informasi, pemerintah menetapkan target rasio pajak tahun depan sebesar 12,2 persen. Angka itu lebih tinggi ketimbang target rasio pajak tahun ini yang sebesar 11,6 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). 

Sebelumnya, Dradjad Wibowo, Anggota Badan Pemenangan Nasional Capres-Cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menuturkan bahwa tarif pajak di Indonesia terlalu tinggi. Tak heran, para WP malas untuk membayar kewajiban pajak mereka. 

Lihat juga:

Masih Ada Pegawai Pajak yang Dilaporkan Karena Dugaan Korupsi

Sementara, Prabowo meminta pemerintah untuk mencontoh Zambia dalam mengerek rasio pajak supaya bisa mencapai 18 persen dari PDB. Ia menilai upaya pemerintah dalam mengejar penerimaan pajak masih terbilang rendah. 

"Indonesia kehilangan US$60 miliar karena pemerintah tidak mampu menjaga rasio pajaknya. Padahal, Indonesia bisa mencapai rasio pajak 18-20 persen," kata Prabowo belum lama ini. 

Sebagai informasi, DJP memprediksi capaian pajak tahun ini akan mencapai Rp1.350,9 triliun atau setara dengan 94,87 persen dari target di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 sebesar Rp1.424 triliun. Sementara, tahun depan target penerimaan pajak dipatok Rp1.577,57 triliun.

Jumat, 17 November 2017

Menkeu: Laporkan Harta yang Belum Masuk SPT Tak Akan Dikenai Denda

Jumat, 17 November 2017 | 14:20 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian keuangan akan mengeluarkan peraturan baru dalam revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 118/PMK.03/2017 untuk mendorong wajib pajak melaporkan harta yang belum dimasukkan dalam Surat Pernyataan Harta (SPH) atau Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT).

Kemudahan tersebut berupa pembebasan wajib pajak dari denda pajak sebesar 200 persen dari tambahan penghasilan wajib pajak peserta tax amnesty (TA) atau bebas denda 2 persen kali 24 bulan yang dikenakan pada wajib pajak non-TA.

Syaratnya, wajib pajak harus melaporkan harta tersebut sebelum Direktorat Jenderal Pajak (DJP) lebih dulu menemukannya.

"Revisi PMK juga akan mengatur kesempatan pada wajib pajak, baik yang ikut TA atau tidak supaya terus memperbaiki compliance agar memasukkan harta-harta yang belum diungkap dalam SPH dan SPT," terang Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Jumat (17/11/2017).

Dia menambahkan, harta yang tidak dideklarasikan dalam SPT lalu diketahui keberadaanya oleh DJP, maka akan dianggap sebagai penghasilan tambahan. Harta tersebut kemudian akan dikenakan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final normal serta tambahan sanksi.

Tarif PPh Final yang dimaksud diklasifikasikan sebagai Wajib Pajak badan sebesar 25 persen; Wajib Pajak orang pribadi; dan Wajib pajak tertentu 12,5 persen. Sedangkan sanksinya berupa denda pajak 200 persen.

Sri Mulyani menegaskan batas deklarasi harta tersebut adalah sampai Direktorat Pajak mengeluarkan surat perintah penyelidikan. Jika melebihinya, yakni belum mendeklarasikan ketika petugas pajak mendatangi wajib pajak, maka wajib pajak akan terkena tarif normal dan denda.

Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan soal surat perintah ini akan dikeluarkan sesuai dengan data-data yang dimiliki oleh DJP.

"Jadi kami punya data, surat perintah itu dibuat berdasarkan data. Wajib pajak mesti mendeklarasikan sebelum itu," ujar Ken dalam kesempatan yang sama.

Untuk diketahui, yang dimaksud dengan harta bisa berupa apa pun dan tidak hanya tanah serta bangunan. Wajib pajak yang memperbaiki SPT dengan mendeklarasikan harta yang belum dicantumkan, hanya akan dikenai tarif normal tanpa sanksi.

Sebelumnya, Sri Mulyani juga menyatakan akan mengeluarkan revisi PMK No 118/PMK.03/2017 yang meringankan peserta TA dalam melakukan balik nama atas aset berupa tanah dan bangunan, berupa pembebasan PPh.

Kamis, 01 Desember 2016

Sri Mulyani Kaji Pajak UKM Beromzet Rp 4,8 Miliar Turun Jadi 0,5%

Sri Mulyani Kaji Pajak UKM Beromzet Rp 4,8 Miliar Turun Jadi 0,5%

Pajak untuk UMKM diatur dalam PP Nomor 46 tahun 2014.


Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengkaji penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final bagi Usaha Kecil, dan Menengah (UKM) yang beromzet di bawah Rp 4,8 miliar dari 1 persen menjadi 0,5 persen.
Hal ini merespons instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) usai pertemuan dengan pelaku UKM, beberapa waktu lalu.

"Posisi kami sedang mengkaji penurunan tarif PPh UKM karena kami tugasnya menerima instruksi Presiden dan melakukannya dengan berbagai macam persiapan, apakah dari sisi peraturan pelaksanaan," ujar Sri Mulyani di Hotel Aston Sentul Bogor, Minggu (27/11/2016).

Dia menerangkan, Kementerian Keuangan akan memperbaiki dan mempermudah peraturan untuk UKM, termasuk cara berkomunikasi dan berinteraksi dengan pelaku usaha UKM supaya menimbulkan kepercayaan.

"Kami ingin UKM berinteraksi dengan Ditjen Pajak tidak khawatir, susah, tapi simpel, cepat, dan ada kepercayaan dari mereka. Ini PR kami, apakah dari sisi tarif pajak, prosedur, melayani masyarakat supaya makin yakin, dan kami bisa menarik pajak secara efisien tanpa menimbulkan ketakutan," tegas Sri Mulyani.

Seperti diberitakan sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Puspayoga mengatakan, pajak untuk UMKM diatur dalam PP Nomor 46 tahun 2014. Para pengusaha dengan penghasilan di bawah Rp 4,8 miliar membayar pajak 1 persen.

"Nah tadi masukan teman-teman jangan 1 persen itu memberatkan. Kalau bisa 0,5 persen atau 0,25," ungkap Puspayoga.

Mendengar permintaan itu, Presiden langsung menghubungi Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan untuk membicarakan hal ini. Jokowi pun meminta aturan lama diubah sesuai dengan permintaan pengusaha.

"Minggu depan mudah-mudahan bisa peraturan itu diubah sehingga pajak final itu tidak 1 persen lagi untuk UKM, karena itu memberatkan UKM," jelas dia.(Fik/Nrm)


Sumber : Liputan6.com

Selasa, 18 Oktober 2016

Setelah Google dan Facebook, Selebgram Juga Diincar Pajak

Setelah Google dan Facebook, Selebgram Juga Diincar Pajak

Kamis 13 Oktober 2016 22:15 WIB


JAKARTA - Pemerintah semakin gencar memburu pajak dari industri berbasis Internet, berikut turunannya. Setelah mengincar perusahaan over the top (OTT) seperti Google dan Facebook, sasaran berikutnya adalah pihak-pihak yang mendapat keuntungan atau pendapatan dari Internet, seperti "selebritas Instagram" alias selebgram.
Menurut Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi, pungutan pajak untuk industri Internet memiliki prinsip yang berlaku umum, yakni siapa pun yang mendapatkan penghasilan dari sektor itu akan dikenai pajak. Soal nilai pungutan, kata dia, mengikuti ketentuan umum mengenai pajak penghasilan (PPh). "Ya nilainya normal saja, PPh biasa," kata dia di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu, 12 Oktober 2016.

Ken menyebutkan dasar hukum untuk pajak atas selebgram atau orang-orang yang mendulang keuntungan dari internet adalah Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang PPh. Namun dia enggan menjelaskan kapan pajak tersebut mulai dipungut. "Secepatnya," ujar dia. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Khusus, Muhammad Haniv, mengatakan pajak bagi selebgram atau pihak sejenisnya termasuk dalam kriteria transaksi iklan perorangan.
Haniv mengatakan, selain untuk individu, peraturan perpajakan yang ada saat ini memadai untuk mengejar pajak perusahaan OTT seperti Google dan Facebook. Menurut dia, pemeriksaan permulaan pidana pajak untuk Facebook sudah berjalan. Menurut Haniv, kedua perusahaan tersebut telah melanggar Undang-Undang Pajak Penghasilan. "Namun Facebook setidaknya lebih terbuka, ketimbang Google yang menolak diperiksa," kata dia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan komitmen untuk mengejar pajak bisnis berbasis Internet telah menjadi komitmen dunia. Dalam sidang tahunan Dana Moneter Internasional (IMF) yang dihadiri Sri pekan lalu, seluruh negara anggota sedang merumuskan kebijakan untuk menarik pajak jenis ini. "Kami juga membahas penghindaran pajak online yang bersifat legitimate," kata Sri di kantornya, kemarin. Sri tak menampik adanya kesulitan saat hendak menarik pajak dari industri berbasis Internet. Bahkan, kata dia, belum ada regulasi pajak global soal bisnis ini.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis, Yustinus Prastowo, mengatakan perlu keberanian dan inovasi aparat pajak untuk memungut pajak dari perusahaan OTT maupun individu semacam selebgram. Sebab, kata dia, tak adanya regulasi pajak internasional soal bisnis ini menjadi argumen perusahaan-perusahaan itu untuk menghindari pajak. "Salah-salah bisa kalah dalam pengadilan pajak," ujar dia.

Prastowo mengatakan penegakan hukum tidak akan efektif untuk membangkitkan kesadaran pelaku industri berbasis Internet untuk membayar pajak. Para pengiklan dan obyek iklan perorangan, kata dia, perlu diberikan sosialisasi dan edukasi soal pajak. Adapun pengamat telekomunikasi, Heru Sutadi, mengatakan tren iklan di dunia maya tak bisa lagi dihindari. Dia memprediksi akan muncul tren serupa dengan kemasan baru, seiring dengan kemajuan teknologi.



KORAN TEMPO | ANDI IBNU


Selasa, 04 Oktober 2016

Ini Daftar Konglomerat yang Buka-bukaan Ikut "Tax Amnesty"…

Ini Daftar Konglomerat yang Buka-bukaan Ikut "Tax Amnesty"…

Senin, 3 Oktober 2016 | 12:10 WIB

Lima Jenis Harta Ini Paling Banyak Diungkap Pemohon "Tax Amnesty", Apa Saja?

Lima Jenis Harta Ini Paling Banyak Diungkap Pemohon "Tax Amnesty", Apa Saja?

Selasa, 4 Oktober 2016 | 09:08 WIB

Sebagian warga pendaftar program tax amnesty di kantor Pajak Pratama (KPP) Menteng 2, Gambir, Jakarta Pusat terpantau harus duduk lesehan di lantai pada hari terakhir pendaftaran program tax amnesty, Jumat (30/9/2016).

JAKARTA, KOMPAS.com - Program "tax amnesty" periode pertama sudah selesai. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan melaporkan hasil terakhir pada 30 September 2016 pukul 24.00 WIB, uang tebusan mencapai Rp 97,2 triliun berdasarkan surat setoran pajak (SSP).

"Jumlah deklarasi harta angkanya bisa mencapai Rp 4.500 triliun. Saat ini belum selesai di-entry. Nanti kalau sudah selesai angkanya mendekati Rp 4.500 triliun," kata Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi, Senin malam (3/10/2016).

Ken menyampaikan, dari jenis harta yang diungkap, sebanyak 37,98 persen merupakan harta berupa kas dan setara kas. Harta jenis ini, kata Ken, sangat likuid dan bisa langsung digunakan untuk investasi. Nominalnya mencapai sekitar Rp 1.376,48 triliun.

Harta kedua terbanyak yang diungkap pemohon amnesti pajak yaitu investasi dan surat berharga yang mencapai Rp 1.016,04 triliun atau sekitar 28,03 persen dari total harta yang dideklarasikan. "Ini juga termasuk likuid," kata Ken.

Pada peringkat ketiga, ada tanah, bangunan dan harta tak bergerak lainnya yang jumlahnya mencapai Rp 568,34 triliun atau sekitar 15,68 persen.
Berikutnya di posisi keempat yaitu piutang dan persediaan sebesar Rp 472,39 triliun (13,03 persen).


"Terakhir adalah logam mulia dan barang berharga dan harta gerak lainnya, nominalnya mencapai Rp 141,98 triliun atau sebesar 3,92 persen dari total harta yang dideklarasikan," ungkap Ken.
Dalam kesempatan sama Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Suryadi Sasmita mengatakan, ada juga pengusaha besar yang baru akan ikut tax amnesty pada periode kedua ini.

Sebab, kata dia, dari survei ke beberapa rekan pebisnis ternyata ada yang baru menyelesaikan 70-80 persen harta yang dilaporkan.

"Artinya dalam tiga bulan ini (sampai Desember) mereka masih ada sisa-sisa (harta yang mau dideklarasikan). Mereka akan masukkan (di periode kedua)," kata Suryadi.

Penulis: Estu Suryowati
Editor: Bambang Priyo Jatmiko

Selasa, 27 September 2016

Ikut Tax Amnesty, Banyak Wajib Pajak Antre dari Subuh

Ikut Tax Amnesty, Banyak Wajib Pajak Antre dari Subuh


Calon peserta tax amnesty mendengarkan pengarahan petugas di kantor pusat Ditjen Pajak, Jakarta, Minggu (25/9). Pendaftaran akhir pekan dibuka guna mengakomodir ‎wajib pajak yang tak sempat mendaftar di hari kerja. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta - Animo masyarakat ikut pengampunan pajak atau tax amnesty meningkat menjelang berakhirnya periode I program itu. Hal ini terlihat dari antrean panjang di kantor pajak di akhir pekan ini.

Bahkan demi mendapatkan antrean pertama, para wajib pajak sudah menyambangi kantor pajak dari pagi buta. Salah satunya, Manuel Irwanputera yang sudah tiba di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada pukul 05.40 WIB.

"Saya datang 05.40 pagi itu dapat antrean nomor 98, bagaimana yang nomor antrean 1 dan 2, jam berapa mereka datang. Tadi ada yang bilang dia datang jam 05.00 dapat antrean nomor urut 50," cerita Manuel saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Minggu (25/9/2016).

Datang pagi dan antre tak masalah bagi Manuel. Namun yang membuatnya agak khawatir yaitu saat petugas keamanan menyampaikan bahwa hari ini kantor pajak hanya melayani 80 orang karena jam operasional tutup jam 12.00. Sedangkan nomor urut yang didapatnya adalah 98.

"Katanya tunggu saja dulu, siapa tahu bisa. Ini kan jadi tidak ada kepastian dan bikin was-was, nanti sudah lama-lama antre dan enggak dilayani bagaimana," tuturnya.

Manuel berharap Ditjen Pajak bisa memperbaiki layanan demi kenyamanan para wajib pajak agar target  tax amnesty bisa tercapai.

Menanggapi hal itu, Kepala Kanwil Pajak Jakarta Pusat Wahyu Tumakaka menyatakan pihaknya akan memperbesar kapasitas tempat pelayanan program tax amnesty untuk mengurangi antrean panjang.

Saat ini, tax amnesty hanya bisa dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di mana WP tersebut tercatat atau di Kantor Pusat Ditjen Pajak atau di tempat pelayanan tertentu.

"Kami sedang rencanakan nanti sistem layanan terbuka dari KKP lain bisa. Mau kita perluas tempat lain supaya tidak membludak," kata dia saat berbincang dengan Liputan6.com, di Kantor Pusat DJP Jakarta.

Dia menerangkan, saat ini tidak semua KPP dibanjiri oleh wajib pajak yang ikut tax amnesty. Oleh karenanya, perluasan kapasitas dilakukan untuk mendistribusikan wajib pajak yang ikut tax amnesty.
 "Sekarang sistem layanan masing-masing KPP. Grogol, Petamburan misal ke sini (Kantor DJP Pusat), tapi di sini penuh juga. Nanti model seperti ini tadinya kita batasi kantor pusat nanti diperluas KPP Jakarta yang kosong," jelas dia.
 
Wahyu menuturkan, langkah ini sedang disiapkan. Rencananya, perluasan kapasitas tersebut dilaksanakan mulai minggu depan.
 
"Karena begini petugas KPP hanya mengakses data KPP-nya saja, kan terbatas akses, kalau ini bisa luas. Nanti ke KPP tertentu yang kosong," jelas dia.

Sumber : Liputan6.com